Sunday, September 4, 2011

1 Contoh Kisah Cerita Cinta

Kisah Cerita Cinta

Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana
Penulis : Inayati






Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.

Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”

Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.

Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.

Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.

Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.

Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.

Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.

”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.

”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.

Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.

Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.

Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.

”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.

Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.

Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.

Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.

”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.

Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?

Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?

Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.

Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.

Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.

Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Lewat kata yang tak sempat disampaikan

Awan kepada air yang menjadikannya tiada

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *
http://ceritacinta.net/2007/11/01/aku-ingin-mencintaimu-dengan-sederhana/

Sunday, August 28, 2011

Doa dan Kasih Sayang Ibu


Doa dan kasih sayang seorang ibu penting dalam mengantar kedewasaan anak-anaknya

Apa yang kita bayangkan pada saat akan menjadi seorang ibu? Mempunyai anak yang baik, yang pinter dan segala macam hal baik lainnya. Tapi, apa persiapan kita untuk menjadi seorang ibu yang baik? Menjadi seorang ibu, bukan sekedar kita menikah dan mempunyai anak, namun diperlukan kesiapan mental, juga fisik. Karena sekali menjadi seorang ibu, maka seorang ibu akan selamanya menjadi seorang ibu.
Seperti yang disampaikan Mario Teguh dalam acara, dengan judul “A mother’s prayer” di Metro TV tanggal 21 Desember 2008, Mario Teguh menyatakan “Ibu tak pernah cuti, tak ada lembur. Keberhasilan ibu adalah keberhasilan anak-anaknya, serta kesedihan anak-anaknya adalah kesedihan ibunya.” Selanjutnya Mario Teguh juga mengatakan, bahwa “ibu menjadi tempat bersandar banyak orang. Ibu menginginkan anaknya berdiri tegak, berjalan dan mempunyai kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, sebaiknya kita sesedikit mungkin bercerita pada beliau, karena begitu masalah yang kita hadapi telah selesai, ibu masih kepikiran”.
Apa yang dikatakan Mario Teguh tadi benar adanya, apalagi setelah saya merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi seorang ibu sejak 26 tahun yang lalu. Peran seorang ibu sangat penting dalam meletakkan dasar-dasar pondasi pendidikan anak-anaknya, pada sikap dan perilaku, serta menjaga agar rumah tangga aman tenteram sedahsyat apapun badai cobaan menggulungnya. Ada pancaran kasih, doa serta pengorbanan seorang ibu, apapun yang menjadi profesi ibu tadi. Kondisi yang semakin berubah, semakin banyaknya wanita karir, diikuti semakin dahsyatnya pengaruh globalisasi yang juga sangat berpengaruh pada perilaku anak-anak kita, semakin menunjukkan betapa peran ibu harus semakin kuat. Sebagaimana sms yang saya terima pagi ini, dari sahabat saya, yang juga seorang ibu, agar kita dapat menjadi ibu yang mampu menciptakan suasana kesejukan, sehingga ada surga di bawah telapak kaki ibu.
Pada saat si anak masih dalam kandungan, ibu harus telah mempersiapkan diri, mendisiplinkan diri, agar anak telah menjadi disiplin sejak masih di dalam kandungan. Seorang anak tidak ingin dilahirkan, namun orangtua lah yang menginginkan kelahiran anak-anaknya, sebagai penyambung keturunan nya. Ibu yang telah mempersiapkan diri, akan lebih tenang dalam menghadapi kesulitan, baik dalam masa kehamilan, proses kelahiran, maupun merawat bayinya dengan penuh kasih sayang setelah anak lahir dengan selamat.
Perkembangan kepribadian dan perilaku anak, sangat ditentukan oleh bagaimana orangtua mendidiknya, disini peran ibu sangat penting. Ibu lah yang mengandung selama 9 bulan, kemudian menyusui, serta menimang anaknya….. selain itu juga mengajarkan anak-anaknya sejak anak bisa mengerti. Mengajarkan etika, agama, dan pelajaran lain yang akan mengembangkan pola pikir dan perilaku anak ke arah yang baik.
Semakin anak besar, tentu saja ibu tak selalu bisa mendampingi anak-anaknya, tapi ibu yakin jalinan yang ada antara ibu dan anaknya. Ibu akan terus berdoa, dan menyerahkan anak pada Allah swt, dan semoga dijauhkan dari segala marabahaya. Dan ibu percaya, doa-doa ibu yang dipanjatkan akan menyertai perjalanan anaknya kemanapun dia berada, dan selalu menjadi penerang atas kehidupannya.
Ibu akan tahu dan merasa, apakah anaknya sedang resah, dan sedang mempunyai masalah yang belum dapat diselesaikan. Ibu akan menunggu, apakah anak akan datang untuk memohon doa ibu, atau anak akan berusaha menyelesaikan sendiri. Ibu tetap akan mendoakannya.
“Ibu, tolong doakan, aku mau test,” sms si bungsu.
“Ibu, makasih doanya, tadi semua berjalan lancar,” kembali sms si bungsu. Ibu tersenyum, dan sangat senang anaknya bisa menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya dengan baik.
Semakin anak menjadi dewasa, ibu juga akan mendudukkan dirinya, untuk membuat anak mandiri, dan tidak mencampuri persoalannya tanpa diminta. Kadang anak bisa berbuat salah, tapi seorang ibu, harus bisa mengarahkan anaknya, untuk menerima akibat atas segala kesalahan yang dilakukan, dan berusaha untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama.
Betapa beratnya peran ibu, oleh karena itu menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kedewasaan, kematangan, agar ibu dapat menjalankan perannya, dan membuat keluarga bahagia atas peran ibu yang bisa menaungi seluruh anggota keluarga, dengan kelembutan, ketegasan dan kebijaksanaan nya.http://edratna.wordpress.com/2008/12/22/doa-dan-kasih-sayang-seorang-ibu-penting-dalam-mengantar-kedewasaan-anak-anaknya/

Thursday, August 25, 2011

Cinta

Cinta adalah satu perkataan yang mengandungi makna perasaan yang rumit. Bisa di alami semua makhluk. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeda. Sifat cinta dalam pengertian abad ke 21 mungkin berbeda daripada abad-abad yang lalu.





Pages

 

" ilmugratis " Copyright © 2010 | Designed by: Compartidisimo